Ad Section

Ulasan Lengkap: Membuat Sertifikat Tanah secara mudah by Notaris Lumajang

Ulasan Lengkap: Membuat Sertifikat Tanah secara mudah by Notaris Lumajang

Notaris Lumajang Senin 6 Januari 2020

Pembuktian Legalitas Kepemilikan Properti Lumajang baik berupa tanah atau bangunan adalah dengan memiliki Sertipikat Tanah Lumajang sebagai bukti autentik. Bukan hanya memberikan kepastian kekuatan hukum dan menentukan nilai jual properti lumajang, membuat sertifikat tanah dengan benar dapat membantu kita dari berbagai masalah sengketa di masa depan dan menjadikan sertifikat tersebut jaminan untuk mendapatkan akses kredit dari bank-bank di Wilayah Kabupaten Lumajang.

Ulasan Lengkap: Membuat Sertifikat Tanah secara mudah by Notaris Lumajang

Menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sertifikat ialah surat tanda bukti hak atas tanah dan bangunan. Sertifikat sendiri dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) lewat kantor pertanahan masing-masing wilayah.

Biasanya, sertifikat dicetak dua rangkap: satu rangkap disimpan di kantor BPN sebagai buku tanah, dan satu rangkap dipegang seseorang sebagai tanda bukti kepemilikan atas tanah dan bangunan. Arsip buku tanah tercantum data detail mengenai tanah, mencakup data fisik maupun data yuridis, contohnya luas, batas-batas, dasar kepemilikan, dan data pemilik.

Sementara itu, data fisik tanah dalam Surat Ukur yang terlampir dalam sertifikat hanya berupa ukuran luas dan tidak melampirkan ukuran lainnya secara detail. Selain itu, data bangunan juga tidak dicantumkan dalam sertifikat. Keterangan yang tercantum hanya tertera jika di atas tanah tersebut terdapat bangunan.

Sertifikat tanah terdiri dari beberapa jenis, antara lain sertifikat Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Adapun, untuk SHM hanya diperuntukkan untuk warga Negara Indonesia. Sementara HGU dan HGB diperbolehkan dimiliki oleh warga asing, namun dalam jangka waktu tertentu.

Membuat Sertifikat Tanah
Pembuatan Sertipikat Tanah

Membuat sertifikat tanah sebenarnya adalah perkara mudah, namun memang cukup memakan waktu. Untuk itu, Anda harus bersabar. Jika bisa, dalam mengurus sertifikat tanah dilakukan sendiri oleh pemilik tanah. Hal tersebut seharusnya lebih ekonomis atau menekan biaya pengeluaran. Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk membuat sertifikat tanah, antara lain:

1. Menyiapkan Dokumen

Anda harus menyiapkan dan melampirkan dokumen-dokumen yang menjadi syarat. Tentunya, syarat ini perlu disesuaikan dengan asal hak tanah. Adapun, syarat-syaratnya mencakup:
  1. Sertifikat Asli Hak Guna Bangunan (SHGB);
  2. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
  3. Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK);
  4. SPPT PBB; dan
  5. Surat pernyataan kepemilikan lahan.
Selain itu, Anda mungkin berkeinginan membuat sertifikat tanah atau girik. Sertifikat ini berasal dari tanah yang berasal dari warisan atau turun-temurun dari kakek nenek yang mungkin belum disahkan dalam sertifikat. Untuk itu, Anda bisa membuatkan sertifikat dengan melampirkan:
  1. Akta jual beli tanah;
  2. Fotokopi KTP dan KK;
  3. Fotokopi girik yang dimiliki;
  4. Dokumen dari kelurahan atau desa, seperti Surat Keterangan Tidak Sengketa, Surat Keterangan Riwayat Tanah, dan Surat Keterangan Tanah secara Sporadik.

2. Mengunjungi Kantor BPN

Anda perlu menyesuaikan lokasi BPN sesuai dengan wilayah tanah berada. Di BPN, belilah formulir pendaftaran. Anda akan mendapatkan map dengan warna biru dan kuning. Buatlah janji dengan petugas untuk mengukur tanah.

3. Penerbitan Sertifikat Tanah Hak Milik

Setelah pengukuran tanah, Anda akan mendapatkan data Surat Ukur Tanah. Serahkanlah untuk melengkapi dokumen yang telah ada. Setelah itu, Anda hanya perlu bersabar menunggu dikeluarkannya surat keputusan. Anda akan dibebankan BEA Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) sembari menunggu sertifikat tanah Anda terbit. Lama waktu penerbitan ini kurang lebih setengah hingga satu tahun lamanya. Kadangkala, Anda perlu memastikan kepada petugas BPN kapan sertifikat tanah Anda jadi dan dapat diambil.

Selain BPN, Anda dapat membuat sertifikat melalui PPAT, namun bisa jadi harga untuk mengurusnya bisa berlipat-lipat. Selain itu, upayakan agar Anda melakukannya sendiri dan tidak menggunakan cara yang meragukan, bahkan calo.

Mengurus Sertifikat Tanah Girik

Pembuatan Akta Tanah
Tanah warisan atau yang biasa dikenal dengan istilah tanah girik merupakan salah satu aset yang perlu untuk dilindungi. Untuk itu, semua tanah yang belum sertifikat, seperti tanah girik perlu didaftarkan konversi haknya ke kantor pertanahan setempat. Hal tersebut diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 atau Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Adapun hak-hak yang ada dalam UUPA tersebut mencakup Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Guna Usaha, dan lain-lain. Jenis tanah lainnya yang belum bersertifikat, antara lain ketitir, petok D, rincik, ketitir, Verponding Indonesia, Eigendom Verponding, erfpacht, opstaal, vruchtgebruik.

Namun demikian, karena kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat, sehingga tanah-tanah tersebut masih ada saja yang belum memiliki sertifikat. Untuk mengurus tanah girik, ada dua tahapan yang perlu ditempuh, yaitu tahap pengurusan di kantor kelurahan dan kantor pertanahan.

a. Mengurus di Kelurahan Setempat

Ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui untuk melalui tahapan pengurusan sertifikat untuk tanah girik. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
  • Surat Keterangan Tidak Sengketa
Anda perlu memastikan bahwa tanah yang diurus bukan merupakan tanah sengketa. Hal ini merujuk pada pemohon sebagai pemilik yang sah. Sebagai buktinya, dalam surat keterangan tidak sengketa perlu mencantumkan tanda tangan saksi-saksi yang dapat dipercaya. Saksi-saksi tersebut adalah pejabat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) setempat. Hal tersebut karena mereka adalah kalangan tokoh masyarakat yang mengetahui sejarah penguasaan tanah yang dimohonkan. Namun, jika suatu tempat tidak terdapat RT dan RW seperti beberapa daerah, saksi bisa didapat dari tokoh adat setempat.
  • Surat Keterangan Riwayat Tanah
Berikutnya, Anda perlu membuat Surat Keterangan Riwayat Tanah. Fungsinya, untuk menerangkan secara tertulis riwayat penguasaan tanah awal mula pencatatan di kelurahan sampai dengan penguasaan sekarang ini. Termasuk pula di dalamnya proses peralihan berupa peralihan sebagian atau keseluruhan. Biasanya, tanah girik awalnya sangat luas kemudian dijual atau dialihkan sebagian.
  • Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik
Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik ini mencantumkan tanggal perolehan atau penguasaan tanah.

b. Mengurus di Kantor Pertanahan

Setelah mengurus dokumen di kelurahan setempat, Anda dapat menlanjutkan ke kantor pertanahan. Adapun, tahapannya sebagai berikut:

1. Mengajukan Permohonan Sertifikat

Caranya dengan melampirkan dokumen-dokumen yang diurus di kelurahan, dan dilengkapi dengan syarat formal, yaitu fotokopi KTP dan KK pemohon, fotokopi PBB tahun berjalan, dan dokumen-dokumen lain yang disyaratkan oleh undang-undang.

2. Pengukuran ke Lokasi

Pengukuran ini dilakukan setelah berkas permohonan lengkap dan pemohon menerima tanda terima dokumen dari kantor pertanahan. Pengukuran dilakukan oleh petugas dengan ditunjukkan batas-batas oleh pemohon atau kuasanya.

3. Pengesahan Surat Ukur

Hasil pengukuran di lokasi akan dicetak dan dipetakan di BPN dan Surat Ukur disahkan atau tandatangani oleh pejabat yang berwenang, pada umumnya adalah kepala seksi pengukuran dan pemetaan.

4. Penelitian oleh Petugas Panitia A

Setelah Surat Ukur ditandatangani dilanjutkan dengan proses Panitia A yang dilakukan di Sub Seksi Pemberian Hak Tanah. Anggota Panitia A terdiri dari petugas dari BPN dan lurah setempat.

5. Pengumuman Data Yuridis di Kelurahan dan BPN

Data yuridis permohonan hak tanah tersebut diumumkan di kantor kelurahan dan BPN selama enam puluh hari. Hal ini bertujuan supaya memenuhi pasal 26 PP No. 24 Tahun 1997. Dalam praktiknya, bertujuan untuk menjamin bahwa permohonan hak tanah ini tidak ada keberatan dari pihak lain.

6. Terbitnya SK Hak Atas Tanah

Setelah jangka waktu pengumuman terpenuhi, dilanjutkan dengan penerbitan SK hak atas tanah. Tanah dengan dasar girik ini akan langsung terbit berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).

7. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)

BPHTB dibayarkan sesuai dengan luas tanah yang dimohonkan seperti yang tercantum dalam Surat Ukur. Besarnya BPHTB tergantung dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan luas tanah. BPHTB ini juga bisa dibayarkan pada saat Surat Ukur selesai, yaitu pada saat luas tanah yang dimohon sudah diketahui secara pasti.

8. Pendaftaran SK Hak untuk diterbitkan sertifikat

SK Hak kemudian dilanjutkan prosesnya dengan penerbitan sertifikat pada subseksi Pendaftaran Hak dan Informasi (PHI).

9. Pengambilan Sertifikat

Pengambilan sertifikat dilakukan di loket pengambilan. Lamanya waktu pengurusan sertifikat ini tidak dapat dipastikan. Banyak faktor yang menentukan. Akan tetapi, kira-kira dapat diambil sekitar 6 bulan dengan catatan bahwa tidak ada persyaratan yang kurang.

c. Besarnya Biaya Pengurusan Sertifikat dari Tanah  Girik

Biaya sangat relatif terutama tergantung pada lokasi dan luasnya tanah. Semakin luas lokasi dan semakin strategis lokasinya, biaya akan semakin tinggi.

Tips Membeli Tanah yang Aman

Jika Anda sudah mengetahui cara mengurus sertifikat, kini saatnya Anda untuk memilih dan membeli tanah. Bila akan berinvestasi tanah, ada baiknya perhatikan dengan seksama cara-cara aman membeli tanah. Pasalnya, saat ini semakin banyak kasus persengketaan lahan atau tanah yang seringkali berakhir merugikan. Untuk itu, jika ingin membeli tanah, harus perhatikan langkah-langkah aman berikut ini.

1. Cek tanah terlebih dahulu, baik kontur tanah atau pun potensi tanahnya. Selain itu, lihatlah dulu lokasi tanahnya, apakah strategis atau tidak.

2. Pastikan surat-surat tanahnya masih lengkap dan absah, termasuk juga kepemilikannya. Jika tanah tersebut sudah bersertifikat, periksalah apakah sertifikat tersebut sudah berpindah tangan atau belum. Caranya, dengan meminta SKPT (Surat Keterangan Pendaftaran Tanah) di kantor kelurahan setempat. Bila tanah tersebut belum bersertifikat dan masih berupa girik, sebaiknya memeriksa keabsahan bukti kepemilikannya.

3. Untuk memastikan keabsahan sertifikat tanah yang akan dibeli, gunakanlah jasa PPAT untuk memeriksanya. PPAT akan memeriksa keaslian sertifikat tanah tersebut ke BPN (Badan Pertanahan Nasional).

4. Jika sertifikat tanah dinyatakan absah atau tidak bermasalah dalam hal apa pun, selanjutnya adalah membuat Akta Jual Beli (AJB) oleh PPAT.

5. Menyerahkan berkas AJB tersebut ke BPN untuk mengurus balik nama sertifikat tanah yang dibeli. Penyerahan berkas untuk balik nama selambat-lambatnya 7 hari setelah penandatanganan AJB agar segera diproses. Biasanya, 2 minggu setelah penandatanganan tersebut, pembeli akan segera mendapatkan sertifikat baru atas nama yang baru pula.

6. Setelah semua prosedur di atas telah rampung, hal yang dilakukan selanjutnya adalah mengurus pembayaran pajak melalui PPAT. Namun Anda juga dapat membayarnya sendiri. Untuk BPHTB, yang semula dibayarkan ke kas negara, sekarang harus dibayarkan ke kas masing-masing pemerintah daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda).

Diupdate Senin 06 Januari 2020 oleh Notaris Lumajang

Ulasan Lengkap: Apa itu Akta Notaris oleh Notaris Lumajang

Ulasan Lengkap: Apa itu Akta Notaris oleh Notaris Lumajang

Notaris Lumajang Sabtu 04 Januari 2020

Masyarakat disini wilayah Kabupaten Lumajang secara umum tidak begitu memahami apa yang dinamakan dengan Akta Notaris. Oleh karena itu kita akan bahas lebih dalam terperinci, mulai dari pengertian atau definisi Akta Notaris, macam-macam Akta Notaris, sampai dengan contoh-contoh Akta Notaris.

Secara garis besar, Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang (Pasal 1 angka 1 UUJN).

Ketentuan mengenai kewenangan Notaris untuk membuat akta otentik ini diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 (“UUJN”).

Tapi nyatanya tidak semua orang paham apa itu akta notaris. Nah, jika bingung terkait masalah surat penting atau akta yang dikeluarkan notaris, legalitas tanah, mengurus sertifikat, hingga seputar perpajakannya temukan jawabannya di sini!

Untuk itu simak artikel panduan berikut yang bisa membantu memudahkan Anda untuk memahami apa itu akta notaris, mulai dari:
  • Pengertian atau Definisi Akta Notaris
  • Macam-macam Akta Notaris
  • Contoh Akta Notaris

Pengertian atau Definisi Akta Notaris

Pengertian atau definisi Akta Notaris adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris menurut KUH Perdata pasal 1870 dan HIR pasal 165 (Rbg 285) yang mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan mengikat.

Perlu dibedakan juga antara pengertian surat dan akta. Surat yang dikeluarkan oleh Notaris bukanlah akta, tapi surat. Notaris biasa mengeluarkan surat untuk kepentingan administrasi dan surat menyurat, seperti surat keterangan (cover note), surat laporan ke Kementerian Hukum dan HAM, dan sebagainya. Pengertian atau definisi Akta Notaris adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris menurut KUH Perdata pasal 1870 dan HIR pasal 165 (Rbg 285) yang mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan mengikat.
Akta Notaris adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris menurut KUH Perdata pasal 1870 dan HIR pasal 165 (Rbg 285) yang mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan mengikat.
Mengenai akta notaris ini, hukum yang mendasarinya adalah Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi:

Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.

Akta Notaris merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan pembuktian lain selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan.

Berdasarkan KUH Perdata pasal 1866 dan HIR 165, akta notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat pembuktian yang utama sehingga dokumen ini merupakan alat bukti persidangan yang memiliki kedudukan yang sangat penting.
Akta Notaris

Macam-macam Akta Notaris

Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

Menurut Pasal 1 angka 7 UU 2/2014, Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Dan berikut adalah penjelasan macam-macam akta notaris, yakni:
  • 1. Akta yang dibuat oleh notaris (akta relaas atau akta pejabat)

Akta ini disebut juga akta berita acara, yaitu akta yang dibuat oleh notaris. Memuat uraian secara otentik dari notaris mengenai suatu tindakan yang dilakukan, atau suatu keadaan yang dilihat, atau disaksikan oleh notaris di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris.

Misalnya:
    • Akta berita acara/risalah rapat RUPS suatu perseroan terbatas,
    • Akta pencatatan budel,
    • dan lain-lain.
  • 2. Akta yang dibuat di hadapan notaris/akta pihak (akta partij)

Yaitu akta yang dibuat di hadapan notaris yang memuat uraian dari apa yang diterangkan atau diceritakan oleh para pihak yang menghadap kepada notaris. Misalnya perjanjian kredit dan sebagainya.

Beberapa contoh akta yang bisa dibuat di notaris, mencakup:
  1. Pendirian Perseroan Terbatas (PT), perubahan juga Risalah Rapat Umum Pemegang Saham
  2. Pendirian yayasan
  3. Pendirian badan usaha lainnya
  4. Kuasa untuk menjual
  5. Perjanjian sewa menyewa, perjanjian jual beli
  6. Keterangan hak waris
  7. Wasiat
  8. Pendirian CV termasuk perubahannya
  9. Pengakuan utang, perjanjian kredit dan pemberian hak tanggungan
  10. Perjanjian kerjasama, kontrak kerja
  11. Segala bentuk perjanjian yang tidak dikecualikan kepada pejabat lain



Akta Notaris yg didasarkan pd surat-surat palsu

Akta Notaris yg didasarkan pd surat-surat palsu

Notaris Lumajang Jumat 03 Januari 2020

Dalam praktik banyak ditemukan, jika ada akta notaris dipermasalahkan oleh para pihak atau pihak ketiga lainnya, maka sering pula notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana, yaitu membuat atau memberikan keterangan palsu ke dalam akta notaris.[1] Dalam hal ini notaris secara sengaja atau tidak disengaja notaris bersama-sama dengan pihak/penghadap untuk membuat akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau penghadap tertentu saja atau merugikan penghadap yang lain harus dibuktikan di Pengadilan. Akta Notaris yang dibuat sesuai kehendak para pihak yang berkepentingan guna memastikan atau menjamin hak dan kewajiban para pihak, kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum para pihak. Akta notaris pada hakekatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Pejabat umum (Notaris). Notaris berkewajiban untuk memasukkan dalam akta tentang apa yang sungguh-sungguh telah dimengerti sesuai dengan kehendak para pihak dan membacakan kepada para pihak tentang isi dari akta tersebut. Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh Notaris dituangkan dalam akta Notaris.[2]

Sehingga dalam perkara perdata, Akta otentik merupakan alat bukti yang bersifat mengikat dan memaksa, artinya hakim harus menganggap segala peristiwa hukum yang dinyatakan dalam akta otentik adalah benar, kecuali ada alat bukti lain yang dapat menghilangkan kekuatan pembuktian akta tersebut. Akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sehingga jika ada orang atau pihak yang menilai atau menyatakan akta tersebut tidak benar, maka orang atau pihak yang menilai atau menyatakan tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai dengan aturan hukum.

Berbeda dengan perkara Pidana, akta Notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti yang tidak dapat mengikat penyidik dan hakim dalam pembuktian, atau bersifat bebas.[3] Kekuatan pembuktian akta Notaris dalam perkara pidana, merupakan alat bukti yang sah menurut undang-undang dan bernilai sempurna. Namun nilai kesempurnaanya tidak dapat berdiri sendiri, tetapi memerlukan dukungan alat bukti lain.[4] Notaris tidak menjamin bahwa apa yang dinyatakan oleh penghadap tersebut adalah benar atau suatu kebenaran, ini dikarenakan notaris tidak sebagai investigator dari data dan informasi yang telah diberikan oleh para pihak. Bahwa dalam Undang-undang Jabatan Notaris, sebagai pejabat umum Notaris dituntut untuk bertanggung jawab terhadap akta yang telah dibuatnya. Apabila akta yang dibuat ternyata dibelakang hari mengandung sengketa maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak tidak mau jujur dalam memberikan keterangannya terhadap notaris, ataukah adanya kesepakatan yang telah dibuat antara notaris dengan salah satu pihak yang menghadap. Jika akta yang diterbitkan notaris mengandung cacat hukum yang terjadi karena kesalahan notaris baik kerena kelalaiannya maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri maka notaris sudah seharusnya memberikan pertanggungjawaban.

Tanggung Jawab Dari Segi Hukum Administrasi

Notaris adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dalam pembuatan akta tersebut, untuk itu jika terjadi baik karena disengaja maupun kelalaiannya Notaris melakukan kesalahan, maka dapat dimintakan tanggung jawab baik dari segi hukum pidana, perdata maupun administratisi. Mengenai sanksi Hukum Administrasi berupa teguran lisan, tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam keadaan bagaimana Notaris diberikan sanksi dengan kualifikasikan sebagaimana tersebut dalam Pasal 85 UUJN. Sanksi Hukum Administrasi terhadap Notaris karena kesalahannya yang membuat akta otentik menurut Pasal 85 UUJN dapat dikenai sanksi berupa: Teguran lisan, Teguran tertulis, Pemberhentian sementara, Pemberhentian dengan hormat:, Pemberhentian dengan tidak hormat.

Tanggung Jawab Dari Segi Hukum Perdata

Akta yang dibuat oleh Notaris berkaitan dengan masalah keperdataan yaitu mengenai perikatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih meskipun memungkinkan dibuat secara sepihak (sifatnya hanya menguatkan). Sifat dan asas yang dianut oleh hukum perikatan khususnya perikatan yang lahir karena perjanjian, bahwa undang-undang hanya mungkin dan boleh diubah atau diganti atau dinyatakan tidak berlaku, hanya oleh mereka yang membuatnya, maksudnya kesepakatan kedua belah pihak yang dituangkan dalam suatu akta otentik mengikat kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.

Pasal 84 UUJN menetapkan bahwa "dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris". Dalam hal ini, Notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik, jika terjadi kesalahan baik disengaja maupun karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain (akibat dibuatnya akta) menderita kerugian, yang berarti Notaris telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 84 UUJN, bahwa tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam beberapa pasal, maka jika salah satu pasal tersebut dilanggar berarti terjadi perbuatan melanggar hukum, sehingga unsur harus ada perbuatan melanggar hukum sudah terpenuhi.

Tanggung Jawab Dari Segi Hukum Pidana

Tanggung jawab Notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya tidak diatur dalam UU Perubahan atas UUJN namun tanggung jawab Notaris secara pidana dikenakan apabila Notaris melakukan perbuatan pidana. Notaris bersangkutan tidak dapat diminta pertanggungjawabannya, karena Notaris hanya mencatat apa yang disampaikan oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta. Keterangan palsu yang disampaikan oleh para pihak adalah menjadi tanggung jawab para pihak[5]. Dengan kata lain, yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris ialah apabila penipuan atau tipu muslihat itu bersumber dari Notaris sendiri[6] . UU Perubahan atas UUJN hanya mengatur sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap UU Perubahan atas UUJN sanksi tersebut dapat berupa akta yang dibuat oleh Notaris tidak memiliki kekuatan otentik atau hanya mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan. Demi tegaknya hukum Notaris harus tunduk pada ketentuan pidana sebagaimana di atur dalam KUHP, dan terhadap pelaksanaannya mengingat Notaris melakukan perbuatan dalam kapasitas jabatannya untuk membedakan dengan perbuatan Notaris sebagai subyek hukum orang Pasal 50 KUHP memberikan perlindungan hukum terhadap Notaris yang menyebutkan bahwa : “barangsiapa melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan undang-undang, tidak boleh dihukum”.[7] Pengertian penerapan Pasal 50 KUHP terhadap Notaris tidaklah sematamata melindungi Notaris untuk membebaskan adanya perbuatan pidana yang dilakukannya tetapi mengingat Notaris mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam UU Perubahan atas UUJN apakah perbuatan yang telah dilakukannya pada saat membuat akta Notaris sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tanggung Jawab Notaris

Dalam praktek ditemukan kenyataan bahwa pelanggaran atas sanksi tersebut kemudian dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris. Aspek tersebut sangat berkaitan erat dengan perbuatan Notaris melakukan pelanggaran terhadap Pasal 15 UU Perubahan atas UUJN, dimana muaranya adalah apabila Notaris tidak menjalankan ketentuan pasal tersebut akan menimbulkan terjadinya perbuatan pemalsuan atau memalsukan akta sebagaimana dimaksud Pasal 263, 264, dan 266 KUHP sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi pihak yang berkepentingan.

Penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang batasan-batasan sebagaimana tersebut dilanggar, artinya disamping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UU Perubahan atas UUJN dan kode etik jabatan Notaris juga harus memenuhi rumusan yang tersebut dalam KUHP. Apabila tindakan pelanggaran atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris memenuhi rumusan suatu tindak pidana, tetapi jika ternyata berdasarkan UU Perubahan atas UUJN suatu pelanggaran. Maka Notaris yang bersangkutan tidak dapat dijatuhi hukuman pidana, karena ukuran untuk menilai sebuah akta harus didasarkan pada UU Perubahan atas UUJN dan kode etik jabatan Notaris.

Footnote:

  • [1] Habib Adjie, 2008, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hal. 24.
  • [2] Ibid, hal. 45.
  • [3] M, Yahya Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang di Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 283.
  • [4] Ibid, hal. 311.
  • l5] Andi Mamminanga, Pelaksanaan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Daerah dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris berdasarkan UUJN, Tesis yang ditulis pada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2008, hal. 32.
  • [6] Notodisoerjo, Hukum Notarial di Indonesia (suatu penjelasan), Rajawali Pers, Jakarta, 1982, hal. 229.
  • [7] R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1993, hal. 66

Diupdate Jumat 03 Januari 2020 oleh Notaris Lumajang

Ulasan Lengkap: Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat oleh Notaris Lumajang

Ulasan Lengkap: Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat oleh Notaris Lumajang

Notaris Lumajang, Jumat 03 Januari 2020

Jual beli tanah tanpa bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah, merupakan masalah pelik yang sering menjadi sumber konflik masyarakat kita. Ada yang melakukan transaksi jual beli tanah berdasarkan kesepakatan lisan saja antara penjual dan pembeli tanpa bukti berupa dokumen yang dapat menguatkan kepemilikan seseorang. Bahkan ada orang yang nekat menjual tanah yang sudah dijualnya, istilah kampungnya, jual di atas jual. Di kemudian hari muncul masalah, tanah yang dijual atau dibeli itu digugat keabsahannya. Ada yang kemudian diselesaikan secara musyawarah atau kekeluargaan, ada yang dibawa ke pengadilan, adapula lewat jalan pintas pertikaian bahkan pertumpahan darah.

Dalam hal jual beli tanah, yang menjadi objeknya adalah sertifikat tanah. Jika tanah sudah bersertifikat, tidak ada masalah. Sebagai pembeli tinggal mengecek keabsahan sertifikat tanah itu dikantor BPN setempat apakah sudah sesuai dengan data yang termuat dalam buku tanah. Jika tanah yang akan dibeli belum atau tidak bersertifikat, maka pembeli harus mengecek keberadaan status tanah tersebut ke Kantor Kepala Desa atau Kantor Kelurahan setempat.

Setelah status tanah tersebut benar terdaftar dan ada bukti kepemilikannya, maka pembeli dapat meminta surat keterangan Kepala Desa atau Kelurahan setempat untuk pengurusan pendaftaran tanah ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ini sesuai dengan amanat Pasal 39 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, di mana PPAT berhak menolak apabila tanah yang belum terdaftar ternyata tidak ada surat keterangan yang menyatakan bahwa tanah tersebut belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan. Bagi obyek tanah yang letaknya jauh dari Kantor Pertanahan, dapat dimintakan surat keterangan dari pemegang hak yang bersangkutan yang dikuatkan oleh Kepala Desa atau Lurah setempat.

Sertifikat tanah menjadi bukti kepemilikan atau penguasaan seseorang atas tanah. Pasal 4 ayat (1) UUPA menjamin hak dari setiap pemegang hak atas tanah untuk memperoleh sertifikat. Fungsi utama dan terutama dari sertifikat adalah bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah dan kuat. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 19 Ayat 2 huruf c UUPA. Sertifikat tanah merupakan tanda bukti yang berlaku sebagi alat pembuktian yang sah dan kuat sepanjang data di dalam sertifikat itu sesuai dengan data yang terdapat didalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

Proses jual beli hak atas tanah yang telah didaftarkan atau telah bersertifikat memiliki resiko hukum yang rendah, karena hak kepemilikan dan subyek hukum penjual telah jelas dan terang. Sebaliknya bagi tanah yang belum didaftarkan hak kepemilikannya atau tidak ada sertifkatnya, memiliki resiko hukum dan kerawanan yang lebih tinggi. Terhadap obyek jual beli hak atas tanah yang tidak memiliki sertifikat lebih menekankan pada kepercayaan dan atas dasar bukti secukupnya bahwa seorang sebagai pemiliknya sekalipun tanpa bukti kepemilikan tanah yang sah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan-perundangan. Hal ini dapat dicermati dari persyaratan formil yang melekat sebagai alas hak.

Prosedur Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat

Peralihan hak atas tanah yang belum bersertifikat yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, alat bukti peralihan haknya dapat berupa akta otentik yang dibuat oleh PPAT, namun apabila dilakukan dengan akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak (penjual dan pembeli) dengan disaksikan oleh Kepala Desa atau Lurah, maka akta tersebut dapat dijadikan bukti perolehan hak atas tanah dan dapat didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Sedangkan jual beli hak atas tanah yang belum bersertifikat tersebut dilakukan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, maka harus dibuktikan dengan akta jual beli yang dibuat oleh atau dihadapan PPAT. Apabila tidak dibuat dengan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT, maka proses jual beli tersebut harus diulang dengan jual beli yang dibuat oleh PPAT. Hal ini untuk memenuhi syarat dan ketentuan peralihan hak atas tanah tersebut dapat didaftarkan dengan mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Di kalangan masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di pedesaan hingga saat ini belum semuanya mengenal adanya PPAT. Dalam melakukan transaksi di bidang pertanahan masih ada sebagian masyarakat di pedesaan yang menuangkan dalam akta yang ditandatangani oleh para pihak dengan diketahui Kepala Desa. Bahkan ada pula transaksi tanah yang hanya dituangkan dalam bentuk kwitansi pembayaran tanpa dibuat akta perjanjian. Model transaksi tanah seperti itu masih terjadi di sebagian masyarakat di pedesaan, karena transaksi mereka buat dirasa cukup hanya dibuktikan dengan akta yang dibuat sendiri atau sekedar catatan adanya bukti pembayaran.

Menurut pemahaman masyarakat selama ini transaksi jual beli tanah dilaksanakan sesuai prinsip kontan dan terang yang berlaku dalam hukum adat, sehingga tidak diperlukan formalitas seperti yang berlaku pada hukum barat yang mengharuskan transaksi dilaksanakan di hadapan pejabat umum. Oleh karena itulah tidak mengherankan jika keberadaan PPAT sebagai pejabat pembuat akta di bidang pertanahan belum banyak dikenal oleh masyarakat di pedesaan terutama di daerah terpencil. Apabila mereka melakukan transaksi dengan obyek tanah maka cukup dibuatkan dengan bentuk akta di bawah tangan dengan disaksikan oleh Kepala Desa. Pada sebagian masyarakat yang lain ada pula yang membuat akta dengan disaksikan atau dimintakan pengesahan kepada Camat. Dalam perspektif hukum pertanahan, Camat sebagai kepala wilayah kecamatan secara eks officio adalah menjabat sebagai PPAT sementara.[1]

Keberadaan PPAT diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang menegaskan bahwa PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan membuat akta-akta tanah tertentu (Pasal 1 angka 24). Selanjutnya dalam PP Nomor 37 Tahun 1998 disebutkan bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu menyangkut hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun (Pasal 1 angka 1). PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (sekarang Kepala BPN) untuk suatu daerah kerja tertentu. Dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat di daerah terpencil yang belum tersedia PPAT, Menteri dapat menunjuk Camat atau Kepala Desa sebagai PPAT Sementara, dan Kepala Kantor Pertanahan sebagai PPAT Khusus. Jabatan PPAT tidak boleh dirangkap dengan profesi advokat/pengacara, pegawai negeri (termasuk hakim dan jaksa), atau pegawai BUMN/BUMD.[2]

Jual beli hak atas tanah yang belum terdaftar (belum bersertifikat) tujuannya untuk didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota melalui pendaftaran tanah secara sporadis, maka jual belinya harus dibuat dengan akta PPAT. Dengan pendaftaran pemindahan hak ke Kantor Petanahan Kabupaten/ Kota, maka terpenuhilah asas publisitas dalam pendaftaran tanah, yaitu setiap orang dapat mengetahui data fisik berupa letak, ukuran, batas-batas tanah, dan data yuridis berupa subyek hak, status hak dan pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota.
Jual Beli Tanah

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan proses jual beli tanah, antara lain;
  1. mengecek kepastian kepemilikan hak, apakah penjual benar-benar pemilik sah tanah tersebut,
  2. perlu mengetahui tentang subjek yang memiliki tanah dan bangunan yang akan dibeli, 
  3. harus mengetahui batas maksimum kepemilikan, 
  4. mengecek apakah diatas tanah tersebut ada hak yang lebih tinggi atau tidak,
  5. mengecek apakah tanah dibeli sedang dijaminkan kredit atau tidak, dan 
  6. mengecek apakah tanah tersebut tidak sedang dalam sengketa. Setelah semuanya terpenuhi maka akta jual beli akan dibuatkan oleh PPAT.
Berikut ini dikemukakan sejumlah dokumen yang harus diurus untuk membuat akta jual beli tanah di kantor PPAT, yakni 

Calon Penjual ,
  1. harus membawa Surat Keterangan Status Tanah yang dibuat Kepala Desa atau Camat setempat,
  2. surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) jika dilahan tersebut sudah berdiri bangunan,
  3. Kartu Tanda Penduduk (KTP), 
  4. Akta Perkawinan, 
  5. bukti Pembayaran PBB, 
  6. surat persetujuan suami atau istri bagi yang sudah berkeluarga,
  7. dan Kartu Keluarga (KK). 
Calon pembeli harus membawa KTP dan KK. 

Dalam pembuatan akta jual beli, masing-masing pihak penjual dan pembeli berkewajiban membayar pajak transaksi. Penjual wajib membayar Pajak Penghasilan (Pph), sedangkan pembeli wajib membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Setelah akta ditandatangani maka kemudian diselesaikan oleh PPAT dan diserahkan kepada pihak pembeli untuk dilakukan pendaftaran sebagaimana diwajibkan PP Nomor 24 Tahun 1997. Pendaftaran tanah untuk pertama kali atas tanah tersebut dapat dilakukan oleh pihak pembeli sendiri atau dikuasakan kepada pihak lain. Disamping itu juga dapat dikuasakan kepada PPAT yang membuat akta jual beli tersebut untuk mengajukan permohonan pendaftaran hak atas tanah pertama kali dan sekaligus mendaftarkan peralihan hak atas tanah yang dilakukan melalui jual beli yang dibuat dihadapan PPAT bersangkutan. Apabila pendaftaran tanah dilakukan oleh pihak ketiga atau dikuasakan kepada PPAT, maka harus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk melakukan pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak atas tanah tersebut. 

Berikut ini tahapan prosedur pendaftaran tanah secara sporadis sebagai berikut :
  1. Mengajukan permohonan pendaftaran tanah secara sporadis kepada Kepala Kantor Pertanahan
  2. Membayar biaya pendaftaran. Biaya pendaftaran ini telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional.
  3. Setelah dilakukan pembayaran biaya pendaftaran, maka kemudian dilakukan pengukuran tanah oleh petugas ukur dari Kantor Pertanahan
  4. Pengumpulan dan penelitian data yuridis bidang tanah dan penetapan batas
  5. Pengumuman data fisik dan data yuridis serta pengesahannya. Pengumuman dilakukan dalam waktu selama 60 hari, setelah jangka waktu pengumuman berakhir maka kemudian dilakukan pengesahan oleh Kepala Kantor Pertanahan
  6. Pembukuan hak, setelah dilakukan pengakuan dan pengesahan hak pasca diumumkan, maka kemudian dibuat buku tanah hak atas tanah tersebut yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan.
  7. Penertiban sertifikat, yang dilakukan setelah dibuatkan buku tanah hak atas tanah bersangkutan, dimana kutipan data yuridis dan data fisik tanah yang tercantum dalam buku tanah kemudian ditulis dalam sertifikat hak atas tanah tersebut.
  8. Penyerahan sertifikat, yang dilakukan setelah sertifikat selesai dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan.
Rangkaian prosedur pendaftaran peralihan hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas sesuai ketentuan pendaftaran tanah sporadis menurut PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, dimana salah satu tahapannya adalah dilakukan pengumuman data fisik dan data yuridis selama 60 hari di Kantor Pertanahan, dengan tujuan agar pihak ketiga mengetahui dan mengajukan keberatan jika mempunyai hak atas tanah tersebut. Apabila selama dilakukan pengumuman tidak ada pihak lain yang berkeberatan, maka kemudian dilakukan pembukuan data fisik dan data yuridis dalam Buku Tanah yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Setelah dibuatkan Buku Tanah, maka diterbitkan sertifikat hak atas tanah yang berisi kutipan data fisik dan data yuridis serta dilampirkan gambar situasi. Sertifikat hak atas tanah atas nama pemegang hak (pemohon pendaftaran hak atas tanah) tersebut ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan. Setelah sertifikat ditandatangani maka kemudian diserahkan kepada pemegang hak. Apabila pengurusan pendaftaran jual beli hak atas tanah tersebut dilakukan orang lain, maka harus disertai dengan surat kuasa khusus yang berisi kuasa pengurusan seluruh proses pendaftaran hak untuk pertama kali sampai penerimaan sertifikat tanah pada saat proses pendaftaran haknya telah selesai.

Footnote:

[1] Husni Tamrin, 2009, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, hal.64

[2] M. Khoidin, 2004, Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Hak Tanggungan, Disertasi, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya, Tidak Dipublikasikan, hal. 279-283.

Diupdate Jumat 03 Januari oleh Notaris Lumajang

Ulasan Lengkap: Tentang Notaris di Lumajang

Ulasan Lengkap: Tentang Notaris di Lumajang

Notaris Lumajang, Kamis 02 Januari 2020.

Saat tulisan ini dibuat Notaris di Lumajang tidaklah banyak seperti di kota-kota lain. Data ini bisa dilihat di Publikasi ATR/BPN. Totalnya 12 Pejabat saja yang ada di Lumajang. Amat berbeda jauh kalau mau dibandingkan dengan kota tetangganya Kabupaten Jember, yang sudah mencapai 100 lebih Pejabat Notaris/ PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).

Persebaran Notaris/ PPAT di daerah-daerah Indonesia tidaklah merata, hal ini disebabkan oleh banyak faktor, khususnya wilayah Lumajang yang terkenal adem ayem, sehingga tidak banyak Calon Notaris/ PPAT yang berminat ditempatkan di wilayah Lumajang.

Kabupaten Lumajang sendiri adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah Lumajang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo di utara, Kabupaten Jember di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Malang di barat. Kabupaten Lumajang terletak di wilayah Tapal Kuda, Jawa Timur.
Notaris Lumajang

Ulasan Lengkap Tentang Notaris

 Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosee, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Tugas Notaris

  1. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking).   Membuat kopi dari asli surat dibawa tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
  2. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir).
  3. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
  4. Membuat risalah lelang.
  5. Membetulkan akta yang berhubungan dengan pertanahan.
  6. Membuat akta kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah di tanda tangan, dengan membuat berita acara (BA) dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor BA pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak (pasal 51 UUJN).

Kewajiban Notaris menurut UUJN (pasal 16)

  1. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan minuta akta;
  2. Wajib memberikan dalam perbuatan hukum;
  3. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol Notaris, dan notaris menjamin kebenarannya; Notaris tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat dalam bentuk akta originali.
  4. Mengeluarkan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
  5. Kewajiban merahasiakan yaitu merahasiakan segala suatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait.
  6. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi 1 buku/bundel yang memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlahnya lebih maka dapat dijilid dalam buku lainnya, mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;Hal ini dimaksudkan bahwa dokumen-dokumen resmi bersifat otentik tersebut memerlukan pengamanan baik terhadap aktanya sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.
  7. Membuat daftar dan akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
  8. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut uraian waktu pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar akta yang dimaksud atau daftar akta nihil ke Daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum Dan HAM paling lambat tanggal 5 tiap bulannya dan melaporkan ke majelis pengawas daerah selambat-lambatnya tanggal 15 tiap bulannya;
  9. Mencatat dalam repotrorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada seiap akhir bulan;
  10. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
  11. Membacakan akta di hadapan pengahadap dengan dihadiri minimal 2 orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh para penghadap, notaris dan para saksi;
  12. Menerima magang calon notaris;

Larangan jabatan notaris menurut UUJN (pasal 17)

  1. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
  2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
  3. Merangkap sebagai pegawai negeri;
  4. Merangkap sebagai pejabat negara;
  5. Merangkap sebagai advokat;
  6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta;
  7. Merangkap sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wialayah jabatan notaris;
  8. Menjadi notaris pengganti;
  9. Melakukan profesi lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehoramatan dan martabat jabatan notaris.

Kode etiknya notaris

Setiap Notaris yang diangkat harus mengucapkan sumpah yang salah satu isinya adalah “bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris” (Pasal 4 ayat [2] UUJN). Berarti kode etik profesi Notaris merupakan pedoman sikap dan tingkah laku jabatan Notaris. Kode Etik Notaris ditetapkan oleh Organisasi Notaris (Pasal 83 ayat [1] UUJN).

Berdasarkan Pasal 1 Angka 13 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No.M-01.H.T.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan, Organisasi Notaris satu-satunya yang diakui oleh Pemerintah adalah Ikatan Notaris Indonesia (“INI”). Kemudian, Kode Etik Notaris yang berlaku saat ini adalah Kode Etik Notaris berdasarkan Keputusan Kongres Luar Biasa INI tanggal 27 Januari 2005 di Bandung (“Kode Etik Notaris”).

Dalam Pasal 1 angka 2 Kode Etik Notaris disebutkan bahwa:
“Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus.”

Kewenangan pengawasan pelaksanaan dan penindakan kode etik Notaris ada pada Dewan Kehormatan yang berjenjang mulai dari tingkat daerah, wilayah, dan pusat (Pasal 1 angka 8 Kode Etik Notaris).

Diupdate Kamis 02 Januari 2020 oleh Notaris Lumajang